STAI NURUL FALAH AIRMOLEK

:
Terwujudnya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nurul Falah Airmolek yang Unggul, Kompetitif dan Profesional

IMPLEMNTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING (MARIATUL HIKMAH,M.Ag)

Posted by Situs STAI Nurulfalah Airmolek on 4/16/2014 10:55:00 AM


A.Latar belakang masalah
Cooperative learning adalah model pembelajaran,yang mana siswa berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran,adapun guru agama bertindak sebagai fasilitator dan motivator.Di dalam cooperative learning siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang dibagi menjadi 4 sampai 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda,supaya siswa mampu menghargargai pendapat temannya satu dengan yang lain.
Diharapkan dengan adanya model pembelajaran cooperative learning pada materi Pendidikan Agama Islam,siswa mampu mempertanggung jawabkan kaedah pengetahuan agama islam baik dari sisi kognitif,afektif dan psikomotorik serta siswa mampu menghargai pendapat dari masing-masing teman di dalam kelas,dengan menghindari persaingan tidak sehat yang digantikan dengan persaingan sehat.
Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu mengalami perubahan.  Model pembelajaran yang bersifat tradisional pada saat ini mulai banyak ditinggalkan orang, dikarenakan penyesuaian dengan kebutuhan zaman. Aliran kontruktivisme menngatakan bahwa salah satu model pembelajaran yang pada saat sekarang ini banyak mendapat simpati dalam dunia pendidikan ialah pembelajaran yang bersifat cooperative.
Cooperative adalah model pembelajaran di mana siswanya diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru hanya sebagai motivator dan fasilitator terhadap aktivitas siswa. Dalam artian bahwa kegiatan belajar mengajar yang bernilai aktif oleh siswa untuk mencari kaedah pengetahuan yang dicari oleh siswa sendiri dan yang terakhir siswa mampu mempertanggungjawabkan segala hasil kajian yang mereka cari.
            Namun di dalam dunia pendidikan yang nyata,mampukah pendidikan kita di Indonesia melaksanakan model pembelajaran seperti ini,kita berharap sebagai sector pendidikan segala macam bentuk model pembelajaran dapat kita laksanakan, apalagi model pembelajaran cooperative learning yang mempunyai banyak sekali tujuannya.
            Terlebih lagi di dalam dunia pendidikan islam. Bagaimana model cooperative learning ini dapat menjangkau pendidikan islam, sehingga sisi cooperative lebih membekas dalam mata pelajaran PAI.
            PAI adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan para peserta didik dapat menguasai kajian keislaman, tetapi PAI lebih menekankan bagaimana peserta didik mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.[1]
            Pada cooperative learning yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik. Di dalam cooperative learning siswa diajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Yang mana kelas disusun menjadi 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen, maksudnya kelompok ini bersifat heterogen dengan segala jenis carekteristik yang dimiliki oleh siswa dan begitu juga dengan kemampuannya,jenis kelamin, dan suku, hal inilah yang akan melatih siswa untuk menerima perbedaan dan mereka mampu bekerja dengan teman-temannya dalam satu kelompok yang berbeda latar belakang.           

Menghadapi kemajuan zaman, dapatkah dunia pendidikan mengantisipasi pola belajar siswa yang tetap dari waktu ke waktu. Siswa datang ke kelas dengan pola datang,dengar,duduk, dan catat. Tidak ada siswa yang berperan aktif dalam diskusi untuk memecahkan masalah. Sementara guru menjadi sumber keilmuan yang maha tahu dalam proses pembelajaran.
            Seiring dengan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pun terus berlanjut. Perubahan kurikulum seharusnya didasari oleh kondisi rill masyarakat Indonesia yang majmuk, sehingga ilmu pengetahuan,teknologi, dapat didayagunakan untuk mempengaruhi pola, dan sikap serta gaya hidup masyarakat guna meningkatkan gaya hidup dan kesejahteraannya.
Semestinya adanya penyempurnaan kurikulum seharusnya ditujukan untuk mengembangkan pendidikan yang akan mewujudkan pemerataan dan perluasan pendidikan yang bersamaan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Selanjutnya adalah untuk mengembangkan wawasan persaingan, yang mana masyarakat Indonesia harus memiliki keunggulan untuk dapat bersaing secara global yang  kuncinya adalah tersedianya pendidikan yang berkualitas.
Wawasan keunggulan diperlukan karena masyarakat Indonesia terus berubah dalam irama yang semakin cepat. Salah satu aspek dari wawasan keunggulan adalah bahwa bangsa Indonesia perlu melihat posisinya di tengah bangsa-bangsa lain di dunia.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan system pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehinggga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi pendidikan Nasional adalah sebagai berikut.
1.      Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,regional, dan internasional.
3.      Meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global.
4.      Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
5.      Meningkatkan kesiapan masukan dan proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
6.      Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan,keterampilan,pengalaman,sikap dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global.
7.      Mendorong peran serta masyarakat dalam memnyelenggarakan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara makro pendidikan Nasional bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju suatu lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang positif dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Secara mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa,beretika(beradab dan berwawasan budaya bangsa Indonesia),memiliki nalar (maju,cakap,cerdas,kreatif,inovatif,dan bertanggung jawab),berkemampuan komunikasi sosial (tertib,sadar hokum,kooperatif dan kompetitif,demokratis),dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia yang mandiri.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II pasal 3 dikemukakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bansa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
            2. Model Pembelajaran Cooperative Learning
Di tengah  pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering kali kita melihat banyaknya guru yang merasa kebingungan dengan adanya perkembangan kurikulum. Sebut saja ada sebuah istilah yang mengatakan ganti pemerintahan, kurikulum juga berganti. Padahal ini diciptakan untuk meningkatkan mutu pendidikan kita.
Kajian ini terkait dengan mata pelajaran PAI, yang mana kita ketahui mata pelajaran P AI memiliki karekteristik tertentu yang dapat membedakannya dengan mata pelajaran yang lain.
PAI adalah mata pelajaran yang dapat dikembangkan dari ajaran-ajaran (pokok) yang terdapat dalam agama islam,sehingga PAI tidak dapat dipisahkan dari ajaran islam.[2]
Adapun tujuan ahir dari  mata pelajaran PAI adalah terbentuknya peserta didik memiliki akhlak yang mulia. Tujuan ini yang sebenarnya merupakan misi utama diutusnya nabi Muhammad SAW. Di dunia. Dengan demikian,maka pendidikan akhlak adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Hal ini tidak berarti bahwa pendidikan islam sebenarnya  tidak memperhatikan pendidikan jasmani,akal,ilmu,ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah bahwa pendidikan islam memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya.[3]
Ada empat hal yang perlu dilakukan oleh para guru,jika pembelajaran menuju ke era digital saat ini:
Bagaimana menciptakan pembelajaran yang mendorong siswa berfikir,kreatif,divergen,dan kolaboratif.
1.      Bagaimana guru lebih mementingkan dan menghargai proses belajar dan tidak hanya  berorientasi pada hasil belajar seketika.
2.      Bagaimana guru menstimulasi keterampilan menggunakan bahasa ingris sebagai salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa.
3.      Bagaimana guru tanggap terhadap ICT literacy dengan mengintegrasikan ICT dalam pembelajaran.[4]
Pembelajaran cooperative telah memiliki history  yang panjang, beberapa tahun yang lalu  dalam dunia pendidikan kita ketahui bahwa para guru telah membolehkan dan mendorong siswa mereka dalam kerja sama ataupun kerja kelompok,diskusi, debat kelompok. Metode ini biasanya bersifat informal. Namun sejak dua puluh tahun yang lalu telah diadakan penelitian yang signifikan terhadap tekhnik lama ini.
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan segala sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.[5]
Anita Lea juga mengatakan bahwa cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong[6]
Dimana system pembelajaran yang memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk bekerja sama denga siswa yang lain dalam tugas yang terstruktur, maksudnya bahwa siswa bekerja secara terarah dengan kelompok yang sudah diberikan kepada mereka.
Istilah cooperative learning dalam kaedah bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cooperative. Dan sebenarnya cooperative learning ini adalah model pembelajaran yang sudah dikenal sejak lama, di mana guru mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegitan-kegiatan tertentu seperti diskusi. Ketika proses belajar mengajar dalam pembelajaran yang bersifat cooperative learning ini guru tidak lagi mendominasi ketika berjalannya proses belajar mengajar, yang menjadi dominasinya adalah siswa yang mana siswa berperan aktif ketika proses belajar mengajar itu sedang berlangsung atau disebut juga dengan student center.
Salah satu alasan terpenting mengapa pembelajaran cooperative dikembangkan adalah bahwa para pendidik dan ilmuan social telah lama mengetahui adanya pengaruh yang merusak Dari persaingan yang terdapat di dalam kelas. Ini bukannya ingin mengatakan bahwa persaingan itu selalu salah; jika diatur dengan baik, persaingan diantara para pesaing yang sesuai akan dapat menjadi sarana yang efektif dan tidak berbahaya untuk memotivasi orang melakukan yang terbaik.[7]
Pada dasarnya tujuan cooperative learning dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
1.Hasil belajar akademik
Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial,juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas akademisi penting lainnya, cooperative learning juga dapat member keuntungan, baik bagi siswa yang kelompok atas ataupun kelompok bawah yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran ini ialah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,budaya,kelas sosial,kemampuan dan Pembelajaran cooperative memberikan peluang kepada siswa dari berbagai latar belakang dan saling bekerja sama berdasarkan tugas yang ada.ketidakmampuannya.
3.Pengembangan keterampilan sosial
Mengajarkan kepada siswa untuk saling berkolaborasi dan keterampilan bekerja sama yang sangat penting bagi siswa.
Menurut analisa penulis, bahwasanya ada karekteristik dari model pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan kerja kelompok yakni adanya hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang satu dengan yang lain dan, dengan demikian antara satu person dengan person yang lain dalam satu kelompok merupakan keberhasilan yang lain pula.
Guru berfungsi sebagai fasilitator yang mana merangsang siswa untuk belajar, mengevaluasi dirinya dan teman-temannya yang lain. Ini terkait dalam menguasai pelajaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing kelompok. Hal ini akan menimbulkan respon positif  bagi diri siswa dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya yang mendorong anggota kelompok untuk saling bekerja sama.
Karakteristik yang kedua adalah bahwasanya terjadi interaksi langsung antara siswa. Tidak ada pemilahan dan penonjolan dari setiap individu dengan konsep bahwasanya setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda satu sama lain. Tidak ada penonjolan kekuatan dari segi kognitif yang dimiliki oleh setiap individu, yang perlu dikembangkan adalah pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan.
Tanggung jawab pribadi bagi masing-masing kelompok merupakan suatu karekteristik dari sebuah konsep cooperative learning. Dengan adanya tanggung jawab itu, maka siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena pada dasarnya tujuan cooperative learning ialah membantu para siswa ataupun setiap anggota kelompok menjadu kuat pribadinya. Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif.
Karekteristik berikutnya adalah meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah, yang mana merupakan tujuan terpenting dalam pendekatan cooperative learning siswa belajar untuk bekerja sama dan ini sangat diperlukan di masyarakat. Para siswa mengetahui tingkat keterampilan dan efektifita kerja sama yang telah dilakukan.
Dan dalam konsep cooperative learning ini harus terus menerus mengadakan perbaikan secara sistematis tentang bagaimana cara mereka bekerja sama sebagai satu tim, seberapa baik tingkat pencapaian tugas kelompok, bagaimana mereka saling membantu satu sama yang lain, bagaimana mereka bertingkah laku positif untuk memungkinkan setiap individu berhasil, dan hal apa sajakah yang dibutuhkan supaya tugas berikutnya juga berhasil.
Dalam cooperative learning, mengandung pengertian bahwa sikap siswa ataupun perilaku bersama mestilah diperhatikan oleh guru. Contohnya adalah membantu sesama. Dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompoknya yang terdiri dari dua orang atau lebih yang keberhasilan kerjanya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Menurut analisa penulis bahwasanya cooperative learning dapat diartikan sebagai struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok. Penggunaan model ini juga menumbuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok dan pembelajaran cooperatve learning ini dapat meningkatkan belajar siswa menuju belajar yang lebih baik dan sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial.
Dalam cooperative learning, terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan yang pertama adalah Student Team Achievement DIVISION (STAD),Yang mana tipe ini dikembangkan oleh Slavin merupakan tipe cooperative yang menekankan pada aktivitas dan interaksi untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Tipe STAD ini melalui lima tahapan yang pertama adalah tahap penyajian materi, yang mana guru memulai proses pembelajaran dengan menyampaikan indicator terlebih dahulu yang harus dikuasai oleh siswa dan memancing rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi materi yang disampaikan agar siswa dapat menghubungkan materi yang disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kerja kelompok, yang mana siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Karena dalam kerja kelompok maka masing-masing siswa saling berbagi tugas, saling membantu menyelesaikan agar semua kleompok saling memahami materi yang dibahas. Pada tahap ini, maka guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, kemudian lagi dilanjutkan dengan tahap tes individu, yakni untuk mengetahui sejauh mana pelajaran yang telah dicapai. Tes ini dilakukan pada akhir pertemuan ke dua dan ketiga durasi sepuluh mdipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, dilanjutkan lagi dengan Tahap perhitungan perkembangan skor individu, yang dihitung berdasarkan nilai belajar semester satu. Perhitungan ini dilakukan agar siswa saling terpacu untuk mmeperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.dan pemberian penghargaan dilakukan berdasarkan skor rata-rata yang dikelompokkan menjadi kelompok baik,kelompok hebat, dan kelompok yang super.
             3. Implementasi cooperative learning di lingkungan formal
Sebagaimana yang telah penulis ilustrasikan pada bagian awal makalah bahwasanya cooperative learning merupakan cara bekerja sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Ini merupakan salah satu dari implementasi model konsep KTSP yang mana tahap awal pelaksanaan ini harus dipahami oleh seorang guru yang melaksanakan konsep belajar mengajar di lingkungan formal.
Untuk melaksanakan itu semua, maka dibutuhkan suasana kelas yang nyaman dan kondusif. Lingkungan yang bagus dalam belajar bukanlah memaksakan anak didik dalam belajar, namun apabila di dalamnya tertanam konsep belajar mengajar yang menyenangkan. Dengan cara menciptakan suasana kelas yang aman,nyaman, suasana hati yang gembira tanpa adanya paksaan dan tekanan. Maka dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Nah, sebagai seorang guru Pendidikan Agama Islam yang paham dengan konsep cooperative learning perlu melaksanakan dulu pengaturan kelas yang baik yang mana merupakan langkah awal yang efektif untuk mengatur pengalaman siswa secara keseluruhan.
Untuk melaksanakan cooperative learning ini, maka dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreatifitas guru dalam mengelola lingkungan kelas.
Dengan model cooperative learning yang dilaksanakan ini, maka guru bukan menjadi pasif namun guru harus lebih berperan aktif terutama ketika harus menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuka tugas untuk dilakukan siswa bersama dengan kelompoknya.
Guru juga harus menciptakan suasana kelas sebagai laboraturium demokrasi,sebagai pelatihan peserta didik yang mempunyai perbedaan pendapat. Pembiasaan ini mesti dilakukan untuk tahap awal di lingkungan Sekolah agar peserta didik terlatih untuk berbeda pendapat,jujur,sportif,mengakui kekurangan sendiri, dan siap menerima pendapat dari orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari pemecahan masalah.
Hal yang perlu dihindari ialah bila perbedaan pendapat itu menjurus pada konflik yang bersifat intrapersonal yang dapat merugikan kesehatan mental siswa.
Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning  adalah sebagai fasilitator yang meliputi beberapa hal:
1.Mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan.
2.Membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraan baik secara individual dan kelompok.
3. Membantu kegiatan dalam menyediakan sumber dan peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka.
4.Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat untuk yang lainnya.
Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani materi pembelajaran yang sedang dibahas dalam model pembelajaran cooperative learning dengan permasalahan nyata yang ditemukan di lapangan.
Sebagai director motivator, guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi,membantu kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban. Juga guru sebagai pemberi semangat dan dorongan kepada siswa dalam mengembangkan keberanian siswa, baik dalam mengembangkan keahlian dan bekerja sama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan permasalahannya.
Dengan adanya motivasi yang diberikan bagi peserta didik, maka keberanian akan muncul dalam diri siswa, sehingga ia mampu untuk mengungkapkan gagasan yang ada dalam diri siswa.
Sebagai  evaluator, maka guru berperan sebagai penilai dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak saja berarah pada hasil, namun lebih ditekankan dalam proses belajar mengajar.
Alat yang digunakan dalam evaluasi, selain berbentuk tes sebagai pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru untuk melihat kegiatan siswa di kelas.
            Ketika model cooperative learning diimplementasikan bagi peserta didik, maka semua siswa harus mampu untuk berpartisipasi dengan berbagai cara, salah satunya adalah mengajukan berbagai pertanyaan dan menanggapi respon dari peserta didik secara positif. Menurut penulis ada beberapa cara yang bisa dikembangkan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan Model pembelajaran cooperative.
1.Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
2. Guru PAI membantu peserta didik dalam menyusun kelompok.
3.Membantu peserta didik untuk mendiagnosis masalah yang ada.
4.membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar dalam kelompoknya
5.Memberikan semangat kepada peserta didik untuk mengungkapkan ide.
6.Mengarahkan peserta didik untuk menghargai pedapat rekannya.
7.Mengarahkan jalannya diskusi.
8.Memberikan stimulus bagi peserta didik untuk menyimpulkan materi.
9.Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri.
10.Guru menemukan kelebihan dan kekurangandalam proses pembelajaran untuk rancangan revisi pada masa yang akan dating.
            Dengan adanya implementasi cooperative learning yang dirancang oleh guru PAI, maka tujuan yang paling utama dalam cooperative learning adalah untuk mengajarkan kerja sama diantara siswa. Keterampilan ini amat penting dimiliki oleh siswa sebagai ng anggota masyarakat, bangsa dan Negara, mengingat banyak sekali masalah-masalah social yang harus diselesaikan secara kompleks, apalagi tantangan bagi peserta didik yang harus mampu menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan.
            Menurut analisa penulis, ada beberapa langkah dalam implementasi cooperative learning:
1.Merancang rencana program pembelajaran.
            Dalam langkah ini, hal yang paling utama yang harus dilaksanakan oleh seorang guru adalah menetapkan target pembelajaran yang harus dicapai oleh seorang guru.
Di dalam merancang programpembelajaran, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas siswa yang mencerminkan system kerja dalam kelompok kecil. Maksudnya bahwa materi yang dikerakan oleh siswa dikerjakan secara bersama dalam dimensi kerja kelompok.
            Untuk memulai pembelajaran, maka guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta keterampilan social yang ingin dicapai dan diperhatikan siswa selama pembelajaran. Hal ini arus dilakukan oleh seorang guru PAI, karena dengan hal ini, maka siswa mengetahui tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dan mengetahui hal apa yang harus dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
2.Merancang lembar observasi
            Ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan siswa dalam belajar bersama dalam konteks belajar PAI. Penyampaian materi yang diberikan guru tidak lagi dilakukan secara panjang lebar, karena pemahaman materi secara mendalam akan dilakukan siswa ketika mereka belajar kelompok. Guru hanya menjang menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi  materi yang diajarkan.
            Ketika guru selesai menjelaskan materi pembelajaran, langkah berikutnya adalah menggali pemahaman siswa tentang materi pembelajaran berdasarkan tentang apa yang telah dibelajarkan. Selanjutnya guru membimbing siswa untuk menentukan kelompok secara heterogen. Kegiatan ini juga dilakukan sambil menjelaskan tugas yang diberikan kepada siswa dalam kelompok masing-masing. Di sinilah Guru PAI mulai melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang dirancang.
3.Pengarahan ketika observasi berlangsung.
            Pujian dan pemberian kritikan oleh guru merupakan hal yang harus dilakukan oleh seorang guru pada saat kegiatan kelompok berlangsung. Pada saat kegiatan berlangsung,guru PAI secara periodic memberikan pelayanan kepada siswa baik secara individu maupun secara kelompok.
4.Guru memberikan kesempatan kelompok untuk presentasi
            Pada saat diskusi di kelas, maka guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap materi dan hasil kerja yang telah diterampolkannya. Pada saat presentasi berahir,maka guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalannya pembelajaran  atau sikap memperbaiki kelemahan perilaku menyimpang ketika pembelajaran berlangsung.
            Model pembelajaran cooperative Learning dibuat dengan suasana yang menyenangkan antara pendidik dan peserta didik, tanpa adanya perasaan tertekan. Guru diharapkan  dapat bermitra dengan siswa,dengan kata lain guru pun dapat belajar dengan siswa, sehingga kingkungan belajar dapat tercipta secara kondusif dan menyenangkan.





[1] Dirjen Disdakmen, Panduan pengembangan silabus PAI,(Jakarta :Kanisius.2006),hlm .47
[2] H.Bustamy A.Ghani,Dasar-dasar pokok pendidikan islam,(Jakarta,Bulan Bintang,1987), hlm. 67
[3] Mukminin dkk,Pedoman umum pengembangan silabus berbasis kompetensi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).Yogyakarta :Program Pasca Sarjana UNY.Hlm. 119
[4] Jamal Ma’mur Asmani,7 kompetensi guru menyenangkan dan professional,(Jogjakarta,Power Books,2009),hlm. 22
[5] Isjoni,cooperative learning, (Jakarta,Graha Medika, 2007 ),hlm. 52
[6] Anita lea, Cooperative learning,(Jakarta ,Graha Medika,2007),hlm. 152
[7] Robert E Slavin,Cooperative Learning,(Bandung,Nusa Media,2009)hlm.5


Stai Nurulfalah Airmolek
Updated: 4/16/2014 10:55:00 AM

JURNAL ONLINE AL-IHDA

JURNAL ONLINE  AL-IHDA
Al-IhdaAl-Ihda': Jurnal Pendidikan dan Pemikiran is Jurnal Electronic which contains the results of research and literature studies related to the field of education, learning activities, learning strategies, teacher professionalism, students, education and education personnel, issues of educational institutions, educational environment and parenting.

VISI

Terwujudnya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Nurul Falah Airmolek yang Unggul, Kompetitif dan Profesional Pada Tahun 2025.”

,

MISI STAINF

1. Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran berbasis teknologi.

2. Melaksanakan penelitian inovatif dan kreatif yang memiliki manfaat bagi pengembangan keilmuan dan kemaslahatan masyarakat.

3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat yang tepat guna dan tepat sasaran untuk membantu memecahkan masalah yang terjadi dalam masyarakat.

CB