A.Latar belakang masalah
Cooperative learning adalah model
pembelajaran,yang mana siswa berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai
tujuan pembelajaran,adapun guru agama bertindak sebagai fasilitator dan
motivator.Di dalam cooperative learning siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok
kecil yang dibagi menjadi 4 sampai 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda,supaya
siswa mampu menghargargai pendapat temannya satu dengan yang lain.
Diharapkan dengan adanya model
pembelajaran cooperative learning pada materi Pendidikan Agama Islam,siswa
mampu mempertanggung jawabkan kaedah pengetahuan agama islam baik dari sisi
kognitif,afektif dan psikomotorik serta siswa mampu menghargai pendapat dari
masing-masing teman di dalam kelas,dengan menghindari persaingan tidak sehat
yang digantikan dengan persaingan sehat.
Perkembangan model pembelajaran dari
waktu ke waktu mengalami perubahan.
Model pembelajaran yang bersifat tradisional pada saat ini mulai banyak
ditinggalkan orang, dikarenakan penyesuaian dengan kebutuhan zaman. Aliran
kontruktivisme menngatakan bahwa salah satu model pembelajaran yang pada saat
sekarang ini banyak mendapat simpati dalam dunia pendidikan ialah pembelajaran
yang bersifat cooperative.
Cooperative adalah model
pembelajaran di mana siswanya diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran,
sementara guru hanya sebagai motivator dan fasilitator terhadap aktivitas
siswa. Dalam artian bahwa kegiatan belajar mengajar yang bernilai aktif oleh
siswa untuk mencari kaedah pengetahuan yang dicari oleh siswa sendiri dan yang
terakhir siswa mampu mempertanggungjawabkan segala hasil kajian yang mereka
cari.
Namun
di dalam dunia pendidikan yang nyata,mampukah pendidikan kita di Indonesia
melaksanakan model pembelajaran seperti ini,kita berharap sebagai sector
pendidikan segala macam bentuk model pembelajaran dapat kita laksanakan,
apalagi model pembelajaran cooperative learning yang mempunyai banyak sekali
tujuannya.
Terlebih
lagi di dalam dunia pendidikan islam. Bagaimana model cooperative learning ini
dapat menjangkau pendidikan islam, sehingga sisi cooperative lebih membekas
dalam mata pelajaran PAI.
PAI
adalah mata pelajaran yang tidak hanya mengantarkan para peserta didik dapat
menguasai kajian keislaman, tetapi PAI lebih menekankan bagaimana peserta didik
mampu menguasai kajian keislaman tersebut sekaligus dapat mengamalkannya ke
dalam kehidupan sehari-hari.[1]
Pada
cooperative learning yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus
agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi
pendengar yang baik. Di dalam cooperative learning siswa diajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Yang mana kelas
disusun menjadi 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen, maksudnya kelompok
ini bersifat heterogen dengan segala jenis carekteristik yang dimiliki oleh
siswa dan begitu juga dengan kemampuannya,jenis kelamin, dan suku, hal inilah
yang akan melatih siswa untuk menerima perbedaan dan mereka mampu bekerja
dengan teman-temannya dalam satu kelompok yang berbeda latar belakang.
Menghadapi kemajuan zaman, dapatkah
dunia pendidikan mengantisipasi pola belajar siswa yang tetap dari waktu ke
waktu. Siswa datang ke kelas dengan pola datang,dengar,duduk, dan catat. Tidak
ada siswa yang berperan aktif dalam diskusi untuk memecahkan masalah. Sementara
guru menjadi sumber keilmuan yang maha tahu dalam proses pembelajaran.
Seiring
dengan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pun terus berlanjut.
Perubahan kurikulum seharusnya didasari oleh kondisi rill masyarakat Indonesia
yang majmuk, sehingga ilmu pengetahuan,teknologi, dapat didayagunakan untuk
mempengaruhi pola, dan sikap serta gaya hidup masyarakat guna meningkatkan gaya
hidup dan kesejahteraannya.
Semestinya adanya penyempurnaan
kurikulum seharusnya ditujukan untuk mengembangkan pendidikan yang akan
mewujudkan pemerataan dan perluasan pendidikan yang bersamaan untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Selanjutnya adalah untuk mengembangkan
wawasan persaingan, yang mana masyarakat Indonesia harus memiliki keunggulan
untuk dapat bersaing secara global yang
kuncinya adalah tersedianya pendidikan yang berkualitas.
Wawasan keunggulan diperlukan karena
masyarakat Indonesia terus berubah dalam irama yang semakin cepat. Salah satu
aspek dari wawasan keunggulan adalah bahwa bangsa Indonesia perlu melihat
posisinya di tengah bangsa-bangsa lain di dunia.
Visi pendidikan nasional adalah
mewujudkan system pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia agar berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehinggga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah.
Misi pendidikan Nasional adalah
sebagai berikut.
1.
Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.
Meningkatkan
mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,regional, dan
internasional.
3.
Meningkatkan
relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global.
4.
Membantu
dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
5.
Meningkatkan
kesiapan masukan dan proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan
kepribadian yang bermoral.
6.
Meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan,keterampilan,pengalaman,sikap dan nilai berdasarkan standar
yang bersifat nasional dan global.
7.
Mendorong
peran serta masyarakat dalam memnyelenggarakan pendidikan berdasarkan prinsip
otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara makro
pendidikan Nasional bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat
otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju suatu
lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial
yang positif dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Secara mikro
pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang maha esa,beretika(beradab dan berwawasan budaya bangsa
Indonesia),memiliki nalar (maju,cakap,cerdas,kreatif,inovatif,dan bertanggung
jawab),berkemampuan komunikasi sosial (tertib,sadar hokum,kooperatif dan kompetitif,demokratis),dan
berbadan sehat sehingga menjadi manusia yang mandiri.
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II
pasal 3 dikemukakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bansa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang
maha esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2.
Model Pembelajaran Cooperative Learning
Di
tengah pesatnya inovasi pendidikan,
terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering kali kita melihat
banyaknya guru yang merasa kebingungan dengan adanya perkembangan kurikulum.
Sebut saja ada sebuah istilah yang mengatakan ganti pemerintahan, kurikulum
juga berganti. Padahal ini diciptakan untuk meningkatkan mutu pendidikan kita.
Kajian ini
terkait dengan mata pelajaran PAI, yang mana kita ketahui mata pelajaran P AI
memiliki karekteristik tertentu yang dapat membedakannya dengan mata pelajaran
yang lain.
PAI adalah mata pelajaran yang dapat
dikembangkan dari ajaran-ajaran (pokok) yang terdapat dalam agama
islam,sehingga PAI tidak dapat dipisahkan dari ajaran islam.[2]
Adapun
tujuan ahir dari mata pelajaran PAI
adalah terbentuknya peserta didik memiliki akhlak yang mulia. Tujuan ini yang
sebenarnya merupakan misi utama diutusnya nabi Muhammad SAW. Di dunia. Dengan
demikian,maka pendidikan akhlak adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Hal
ini tidak berarti bahwa pendidikan islam sebenarnya tidak memperhatikan pendidikan
jasmani,akal,ilmu,ataupun segi-segi praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah
bahwa pendidikan islam memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga
segi-segi lainnya.[3]
Ada empat
hal yang perlu dilakukan oleh para guru,jika pembelajaran menuju ke era digital
saat ini:
Bagaimana menciptakan pembelajaran
yang mendorong siswa berfikir,kreatif,divergen,dan kolaboratif.
1.
Bagaimana
guru lebih mementingkan dan menghargai proses belajar dan tidak hanya berorientasi pada hasil belajar seketika.
2.
Bagaimana
guru menstimulasi keterampilan menggunakan bahasa ingris sebagai salah satu
kompetensi yang harus dikuasai siswa.
3.
Bagaimana
guru tanggap terhadap ICT literacy dengan mengintegrasikan ICT dalam
pembelajaran.[4]
Pembelajaran
cooperative telah memiliki history yang
panjang, beberapa tahun yang lalu dalam
dunia pendidikan kita ketahui bahwa para guru telah membolehkan dan mendorong
siswa mereka dalam kerja sama ataupun kerja kelompok,diskusi, debat kelompok.
Metode ini biasanya bersifat informal. Namun sejak dua puluh tahun yang lalu
telah diadakan penelitian yang signifikan terhadap tekhnik lama ini.
Cooperative
learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan segala sesuatu
secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim.[5]
Anita Lea juga mengatakan bahwa
cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong[6]
Dimana
system pembelajaran yang memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik
untuk bekerja sama denga siswa yang lain dalam tugas yang terstruktur,
maksudnya bahwa siswa bekerja secara terarah dengan kelompok yang sudah
diberikan kepada mereka.
Istilah
cooperative learning dalam kaedah bahasa Indonesia dikenal dengan istilah
cooperative. Dan sebenarnya cooperative learning ini adalah model pembelajaran
yang sudah dikenal sejak lama, di mana guru mendorong siswa untuk melakukan
kerja sama dalam kegitan-kegiatan tertentu seperti diskusi. Ketika proses
belajar mengajar dalam pembelajaran yang bersifat cooperative learning ini guru
tidak lagi mendominasi ketika berjalannya proses belajar mengajar, yang menjadi
dominasinya adalah siswa yang mana siswa berperan aktif ketika proses belajar
mengajar itu sedang berlangsung atau disebut juga dengan student center.
Salah satu
alasan terpenting mengapa pembelajaran cooperative dikembangkan adalah bahwa
para pendidik dan ilmuan social telah lama mengetahui adanya pengaruh yang
merusak Dari persaingan yang terdapat di dalam kelas. Ini bukannya ingin
mengatakan bahwa persaingan itu selalu salah; jika diatur dengan baik,
persaingan diantara para pesaing yang sesuai akan dapat menjadi sarana yang
efektif dan tidak berbahaya untuk memotivasi orang melakukan yang terbaik.[7]
Pada dasarnya tujuan cooperative
learning dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
1.Hasil belajar akademik
Dalam
cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial,juga memperbaiki
prestasi siswa atau tugas akademisi penting lainnya, cooperative learning juga
dapat member keuntungan, baik bagi siswa yang kelompok atas ataupun kelompok
bawah yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan
individu
Tujuan lain
model pembelajaran ini ialah penerimaan secara luas dari orang-orang yang
berbeda berdasarkan ras,budaya,kelas sosial,kemampuan dan Pembelajaran
cooperative memberikan peluang kepada siswa dari berbagai latar belakang dan
saling bekerja sama berdasarkan tugas yang ada.ketidakmampuannya.
3.Pengembangan keterampilan sosial
Mengajarkan
kepada siswa untuk saling berkolaborasi dan keterampilan bekerja sama yang sangat
penting bagi siswa.
Menurut analisa penulis, bahwasanya
ada karekteristik dari model pembelajaran cooperative learning yang
membedakannya dengan kerja kelompok yakni adanya hubungan timbal balik yang
didasari adanya kepentingan yang satu dengan yang lain dan, dengan demikian
antara satu person dengan person yang lain dalam satu kelompok merupakan
keberhasilan yang lain pula.
Guru
berfungsi sebagai fasilitator yang mana merangsang siswa untuk belajar,
mengevaluasi dirinya dan teman-temannya yang lain. Ini terkait dalam menguasai
pelajaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing kelompok. Hal ini akan
menimbulkan respon positif bagi diri
siswa dalam mempelajari dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya
yang mendorong anggota kelompok untuk saling bekerja sama.
Karakteristik
yang kedua adalah bahwasanya terjadi interaksi langsung antara siswa. Tidak ada
pemilahan dan penonjolan dari setiap individu dengan konsep bahwasanya setiap
anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda satu sama lain. Tidak ada
penonjolan kekuatan dari segi kognitif yang dimiliki oleh setiap individu, yang
perlu dikembangkan adalah pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal
sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan.
Tanggung
jawab pribadi bagi masing-masing kelompok merupakan suatu karekteristik dari
sebuah konsep cooperative learning. Dengan adanya tanggung jawab itu, maka
siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena pada dasarnya tujuan
cooperative learning ialah membantu para siswa ataupun setiap anggota kelompok
menjadu kuat pribadinya. Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan
antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja
yang efektif.
Karekteristik
berikutnya adalah meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan
masalah, yang mana merupakan tujuan terpenting dalam pendekatan cooperative
learning siswa belajar untuk bekerja sama dan ini sangat diperlukan di
masyarakat. Para siswa mengetahui tingkat keterampilan dan efektifita kerja
sama yang telah dilakukan.
Dan dalam
konsep cooperative learning ini harus terus menerus mengadakan perbaikan secara
sistematis tentang bagaimana cara mereka bekerja sama sebagai satu tim,
seberapa baik tingkat pencapaian tugas kelompok, bagaimana mereka saling
membantu satu sama yang lain, bagaimana mereka bertingkah laku positif untuk
memungkinkan setiap individu berhasil, dan hal apa sajakah yang dibutuhkan
supaya tugas berikutnya juga berhasil.
Dalam
cooperative learning, mengandung pengertian bahwa sikap siswa ataupun perilaku
bersama mestilah diperhatikan oleh guru. Contohnya adalah membantu sesama.
Dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompoknya yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang keberhasilan kerjanya sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Menurut
analisa penulis bahwasanya cooperative learning dapat diartikan sebagai
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota
kelompok. Penggunaan model ini juga menumbuhkan partisipasi dan kerja sama dalam
kelompok dan pembelajaran cooperatve learning ini dapat meningkatkan belajar
siswa menuju belajar yang lebih baik dan sikap tolong menolong dalam beberapa
perilaku sosial.
Dalam
cooperative learning, terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan
yang pertama adalah Student Team Achievement DIVISION (STAD),Yang mana tipe ini
dikembangkan oleh Slavin merupakan tipe cooperative yang menekankan pada
aktivitas dan interaksi untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Tipe STAD ini
melalui lima tahapan yang pertama adalah tahap penyajian materi, yang mana guru
memulai proses pembelajaran dengan menyampaikan indicator terlebih dahulu yang
harus dikuasai oleh siswa dan memancing rasa ingin tahu siswa tentang materi
yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi materi yang
disampaikan agar siswa dapat menghubungkan materi yang disajikan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Kemudian dilanjutkan dengan tahap
kerja kelompok, yang mana siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan
dipelajari. Karena dalam kerja kelompok maka masing-masing siswa saling berbagi
tugas, saling membantu menyelesaikan agar semua kleompok saling memahami materi
yang dibahas. Pada tahap ini, maka guru berperan sebagai fasilitator dan
motivator, kemudian lagi dilanjutkan dengan tahap tes individu, yakni untuk
mengetahui sejauh mana pelajaran yang telah dicapai. Tes ini dilakukan pada
akhir pertemuan ke dua dan ketiga durasi sepuluh mdipelajari secara individu
selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan
diarsipkan, dilanjutkan lagi dengan Tahap perhitungan perkembangan skor
individu, yang dihitung berdasarkan nilai belajar semester satu. Perhitungan
ini dilakukan agar siswa saling terpacu untuk mmeperoleh prestasi terbaik
sesuai dengan kemampuannya.dan pemberian penghargaan dilakukan berdasarkan skor
rata-rata yang dikelompokkan menjadi kelompok baik,kelompok hebat, dan kelompok
yang super.
3. Implementasi cooperative learning di
lingkungan formal
Sebagaimana
yang telah penulis ilustrasikan pada bagian awal makalah bahwasanya cooperative
learning merupakan cara bekerja sama antara siswa yang satu dengan siswa yang
lain. Ini merupakan salah satu dari implementasi model konsep KTSP yang mana
tahap awal pelaksanaan ini harus dipahami oleh seorang guru yang melaksanakan
konsep belajar mengajar di lingkungan formal.
Untuk
melaksanakan itu semua, maka dibutuhkan suasana kelas yang nyaman dan kondusif.
Lingkungan yang bagus dalam belajar bukanlah memaksakan anak didik dalam
belajar, namun apabila di dalamnya tertanam konsep belajar mengajar yang
menyenangkan. Dengan cara menciptakan suasana kelas yang aman,nyaman, suasana
hati yang gembira tanpa adanya paksaan dan tekanan. Maka dapat memudahkan siswa
dalam memahami materi pelajaran. Nah, sebagai seorang guru Pendidikan Agama
Islam yang paham dengan konsep cooperative learning perlu melaksanakan dulu
pengaturan kelas yang baik yang mana merupakan langkah awal yang efektif untuk
mengatur pengalaman siswa secara keseluruhan.
Untuk
melaksanakan cooperative learning ini, maka dibutuhkan kemauan dan kemampuan
serta kreatifitas guru dalam mengelola lingkungan kelas.
Dengan model cooperative learning
yang dilaksanakan ini, maka guru bukan menjadi pasif namun guru harus lebih
berperan aktif terutama ketika harus menyusun rencana pembelajaran secara
matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuka tugas untuk dilakukan
siswa bersama dengan kelompoknya.
Guru juga
harus menciptakan suasana kelas sebagai laboraturium demokrasi,sebagai
pelatihan peserta didik yang mempunyai perbedaan pendapat. Pembiasaan ini mesti
dilakukan untuk tahap awal di lingkungan Sekolah agar peserta didik terlatih
untuk berbeda pendapat,jujur,sportif,mengakui kekurangan sendiri, dan siap
menerima pendapat dari orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari
pemecahan masalah.
Hal yang
perlu dihindari ialah bila perbedaan pendapat itu menjurus pada konflik yang
bersifat intrapersonal yang dapat merugikan kesehatan mental siswa.
Peran guru
dalam pelaksanaan cooperative learning
adalah sebagai fasilitator yang meliputi beberapa hal:
1.Mampu menciptakan suasana kelas
yang nyaman dan menyenangkan.
2.Membantu dan mendorong siswa untuk
mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraan baik secara individual
dan kelompok.
3. Membantu kegiatan dalam
menyediakan sumber dan peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka.
4.Membina siswa agar setiap orang
merupakan sumber yang bermanfaat untuk yang lainnya.
Sebagai
mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani materi
pembelajaran yang sedang dibahas dalam model pembelajaran cooperative learning
dengan permasalahan nyata yang ditemukan di lapangan.
Sebagai
director motivator, guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya
diskusi,membantu kelancaran diskusi tetapi tidak memberikan jawaban. Juga guru
sebagai pemberi semangat dan dorongan kepada siswa dalam mengembangkan
keberanian siswa, baik dalam mengembangkan keahlian dan bekerja sama yang
meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati maupun
berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan
permasalahannya.
Dengan
adanya motivasi yang diberikan bagi peserta didik, maka keberanian akan muncul
dalam diri siswa, sehingga ia mampu untuk mengungkapkan gagasan yang ada dalam
diri siswa.
Sebagai evaluator, maka guru berperan sebagai penilai
dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak saja
berarah pada hasil, namun lebih ditekankan dalam proses belajar mengajar.
Alat yang
digunakan dalam evaluasi, selain berbentuk tes sebagai pengumpul data juga
berbentuk catatan observasi guru untuk melihat kegiatan siswa di kelas.
Ketika
model cooperative learning diimplementasikan bagi peserta didik, maka semua
siswa harus mampu untuk berpartisipasi dengan berbagai cara, salah satunya
adalah mengajukan berbagai pertanyaan dan menanggapi respon dari peserta didik
secara positif. Menurut penulis ada beberapa cara yang bisa dikembangkan oleh
seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan Model pembelajaran
cooperative.
1.Menciptakan suasana yang mendorong
peserta didik siap belajar.
2. Guru PAI membantu peserta didik
dalam menyusun kelompok.
3.Membantu peserta didik untuk mendiagnosis
masalah yang ada.
4.membantu peserta didik melakukan
kegiatan belajar dalam kelompoknya
5.Memberikan semangat kepada peserta
didik untuk mengungkapkan ide.
6.Mengarahkan peserta didik untuk
menghargai pedapat rekannya.
7.Mengarahkan jalannya diskusi.
8.Memberikan stimulus bagi peserta
didik untuk menyimpulkan materi.
9.Membantu peserta didik melakukan
evaluasi diri.
10.Guru menemukan kelebihan dan
kekurangandalam proses pembelajaran untuk rancangan revisi pada masa yang akan
dating.
Dengan
adanya implementasi cooperative learning yang dirancang oleh guru PAI, maka
tujuan yang paling utama dalam cooperative learning adalah untuk mengajarkan
kerja sama diantara siswa. Keterampilan ini amat penting dimiliki oleh siswa
sebagai ng anggota masyarakat, bangsa dan Negara, mengingat banyak sekali
masalah-masalah social yang harus diselesaikan secara kompleks, apalagi
tantangan bagi peserta didik yang harus mampu menghadapi persaingan global
untuk memenangkan persaingan.
Menurut
analisa penulis, ada beberapa langkah dalam implementasi cooperative learning:
1.Merancang rencana program
pembelajaran.
Dalam
langkah ini, hal yang paling utama yang harus dilaksanakan oleh seorang guru
adalah menetapkan target pembelajaran yang harus dicapai oleh seorang guru.
Di dalam merancang
programpembelajaran, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas siswa
yang mencerminkan system kerja dalam kelompok kecil. Maksudnya bahwa materi
yang dikerakan oleh siswa dikerjakan secara bersama dalam dimensi kerja
kelompok.
Untuk
memulai pembelajaran, maka guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta
keterampilan social yang ingin dicapai dan diperhatikan siswa selama
pembelajaran. Hal ini arus dilakukan oleh seorang guru PAI, karena dengan hal
ini, maka siswa mengetahui tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dan
mengetahui hal apa yang harus dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.
2.Merancang lembar observasi
Ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan siswa dalam belajar bersama dalam
konteks belajar PAI. Penyampaian materi yang diberikan guru tidak lagi
dilakukan secara panjang lebar, karena pemahaman materi secara mendalam akan
dilakukan siswa ketika mereka belajar kelompok. Guru hanya menjang menjelaskan
pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan dan orientasi materi yang diajarkan.
Ketika
guru selesai menjelaskan materi pembelajaran, langkah berikutnya adalah
menggali pemahaman siswa tentang materi pembelajaran berdasarkan tentang apa
yang telah dibelajarkan. Selanjutnya guru membimbing siswa untuk menentukan
kelompok secara heterogen. Kegiatan ini juga dilakukan sambil menjelaskan tugas
yang diberikan kepada siswa dalam kelompok masing-masing. Di sinilah Guru PAI
mulai melakukan monitoring dan mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan
lembar observasi yang dirancang.
3.Pengarahan ketika observasi
berlangsung.
Pujian
dan pemberian kritikan oleh guru merupakan hal yang harus dilakukan oleh
seorang guru pada saat kegiatan kelompok berlangsung. Pada saat kegiatan
berlangsung,guru PAI secara periodic memberikan pelayanan kepada siswa baik
secara individu maupun secara kelompok.
4.Guru memberikan kesempatan
kelompok untuk presentasi
Pada
saat diskusi di kelas, maka guru bertindak sebagai moderator. Hal ini
dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa
terhadap materi dan hasil kerja yang telah diterampolkannya. Pada saat
presentasi berahir,maka guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi diri
terhadap proses jalannya pembelajaran
atau sikap memperbaiki kelemahan perilaku menyimpang ketika pembelajaran
berlangsung.
Model
pembelajaran cooperative Learning dibuat dengan suasana yang menyenangkan
antara pendidik dan peserta didik, tanpa adanya perasaan tertekan. Guru
diharapkan dapat bermitra dengan
siswa,dengan kata lain guru pun dapat belajar dengan siswa, sehingga kingkungan
belajar dapat tercipta secara kondusif dan menyenangkan.
[1]
Dirjen Disdakmen, Panduan pengembangan silabus PAI,(Jakarta
:Kanisius.2006),hlm .47
[2]
H.Bustamy A.Ghani,Dasar-dasar pokok pendidikan islam,(Jakarta,Bulan
Bintang,1987), hlm. 67
[3]
Mukminin dkk,Pedoman umum pengembangan silabus berbasis kompetensi
siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).Yogyakarta :Program Pasca Sarjana
UNY.Hlm. 119
[4]
Jamal Ma’mur Asmani,7 kompetensi guru menyenangkan dan professional,(Jogjakarta,Power
Books,2009),hlm. 22
[5]
Isjoni,cooperative learning, (Jakarta,Graha Medika, 2007 ),hlm. 52
[6]
Anita lea, Cooperative learning,(Jakarta ,Graha Medika,2007),hlm. 152
[7]
Robert E Slavin,Cooperative Learning,(Bandung,Nusa Media,2009)hlm.5